Penyusutan dan Amortisasi
Bagaimana cara penyusutan harta berwujud?
- Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali
tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus (straight-line
method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara taat
azas.
- Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode
garis lurus.
- Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
- Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan.
- Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan
penilaian kembali (revaluasi) adalah nilai setelah dilakukan penilaian
kembali aktiva tersebut.
- Tabel masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud:
- Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang
termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud dan ketentuan khusus mengenai
penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam usaha
tertentu.
- Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka
jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah
harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh
dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta atau
pada tahun terjadinya penggantian asuransi atas persetujuan Direktur
Jenderal Pajak.
- Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan
sumbangan atau hibah yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka
jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai
kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud?
- Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus (straight-line
method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara taat
azas.
- Tabel masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak
berwujud: Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun
5% 10%
- Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan
modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau
diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
- Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi.
Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan
persentase amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase
perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang
bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di
lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang
sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa
pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa
pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
- Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak
penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak
pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
(contoh )
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang
mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu sebesar Rp 500.000.000,00 diamortisasi
sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang
bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai
3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah
produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia,
besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto
pada tahun tersebut paling tinggi adalah 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp
100.000.000,00.
Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan
diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi.
Pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi
komersial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial,
misalnya, biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak
termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai,
biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran
operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan
sekaligus pada tahun pengeluaran.
Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak
lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai
kerugian dan jumla yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada
tahun terjadinya pengalihan tersebut.
(contoh)
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan
minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah
kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak 200.000.000 barel. Setelah
produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, PT X menjual hak
penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga sebesar Rp 300.000.000,00.
Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak
tersebut dan pembukuannya adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp
500.000.000,00 Amortisasi yang telah dilakukan : 100.000.000 / 200.000.000 barel
(50%) Rp 250.000.000,00 Nilai sisa buku harta Rp 250.000.000,00 Harga jual harta
Rp 300.000.000,00 Dalam pembukuan, nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00
dicatat sebagai kerugian sedang harga jual sebesar Rp 300.000.000,00 dicatat
sebagai penghasilan.
- Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan
sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai
bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.